ADI SOEMARMO, where there is no direct flight!
Saya selalu bersyukur dan berterima kasih atas kesempatan yang diberikan dengan mengunjungi tempat-tempat yang belum pernah saya datangi. saya jadi ingat saat saya ke Semarang tahun lalu, keberangkatan yang dadakan dan tanpa persiapan akhirnya membuat saya sampai ke Semarang di saat acara akan dimulai, tanpa kesempatan buat bernafas apalagi berkeliling Semarang. Padahal sebelumnya saya sudah bermimpi kalau saya sampai ke sana tujuan utama saya adalah Simpang Lima yang terkenal sekurang-kurangnya Gereja Katolik yang terkenal itu. :(Saya selalu merasa kabut keberuntungan itu di sekitar saya. Hehehe...Ingat saat saya cerita saya mau ke Malaka dan suddenly saya mendapatkan kesempatan itu dari pihak Konjen Malaysia?Itu juga yang saya rasakan saat mau ke Solo...well sebenarnya Solo bukan tujuan utama saya...saya belakangan sedang merencaanakan perjalanan ke Yogyakarta. Saya sudah membeli buku saku tentang Yogyakarta yang kebetulan penulisnya menuliskannya sepaket dengan Solo, sebagai kotanya Jawa.Saat itu saya sudah cek kalender, tanggal 6 Mei 2012 adalah target saya. Saya ingin tahu rasannya merayakan Hari Waisak di sentralnya kepercayaan Budha di Indonesia, Candi Borobudur, Magelang. Pastiya bersama pasangan saya.I've planned and thinking to realize it! Saya sudah cek tiket sejak jauh-jauh hari. Mencari yang termurah. Ternyata Medan Yogyakarta tiket paling murahnya sekitar Rp 800 atau 900 ribu. Opsss...lumayan ya?Soalnya yang saya perkirakan untuk 2 orang, berarti untuk tiket saja PP saya harus menghabiskan uang sekitar Rp 4 juta. Yiawwwww! Itu juga saya belum dapat. Tiket harga Rp 800 ribu. Saya masih usaha saja, siapa tau dapat yang Rp 700-an. Bahkan dengan mencari alternatif Medan-Jakarta, Jakarta-Yogya, hitung-hitungannya tetap sama. Kecuali saya mau naik Kereta Api Jakarta-Yogyakarta.Sudah sepakat seperti, muncul kendala lain, pasangan tidak bisa mengambil liburnya di tanggal segitu, padahal saya sudah mensetting jadwal keberangkatan saya sepulang kuliah. Niat saya masih belum putus.Tuhan mungkin mendengarkan keinginan saya, di tanggal 3 Mei 2012 saya ditugaskan menghadiri kegiatan Arsiparis di Solo. Pucuk dicinta ulam pun tiba!Solo-Yogyakarta naik kereta memakan ongkos lebih murah. Dengan waktu sedikit lebih lama tapi menurut saya it's worth it.So, pendek cerita saya berangkat ke Solo.Saya berangkat lebih cepat dari waktu yang ditentukan karena jadwal pesawat Medan-Solo tidak ada yang langsung connect. Saya sudah periksa bahkan ketika saya berangkat jam 6 pagi pun saya harus menunggu di Soetta selama 3 atau 4 jam.Oh NO!Jadi saya putuskan berangkat jam standar, jam 9 pagi dengan alasan saya bisa lebih santai berangkat dan waktu menunggu yang tetap 3 jam. Cabe deh! Xixixixixixi.....Saya bak orang bego di Soetta. Menunggu waktu keberangkatan selanjutnya ke Solo. Mungkin karena Solo masih kota kecil, jadi tidak ada flight langsung dari daerah ke sana kecuali dari Jakarta. Sepengetahuan saya, dari Singapura ada yang langsung ke Solo. Hmmm, berarti Solo salah satu tujuan internasional.Berangkat dari Jakarta jam 16.45 dan diperkirakan akan sampai jam 18.00 sore di sana.Perhitungan saya, jam segitu masih sore saya masih bisa hangout di pusat jajanan di Solo, Galabo.Sesampainya di Bandara Adi Soemarmo-Solo, langit udah gelap. Wah, saya lupa di Jawa walaupun waktunya sama dengan Sumatera, tetapi matahari lebih cepat di sini (cepat terbit dan cepat tenggelam).Saya sempatkan membeli cemilan di Indomaret dengan alasan siapa tahu saya tidak sempat keluar, karena saya lapar sekali.BAndara Adi Soemarmo itu kecil, miriplah dengan Bandara di Malaka. Kecil namun bersih. Teratur. Bayangkan, hanya ada satu tempat barang. Mungkin karena ini kota kecil ya..Saya langsung menuju counter taksi di depan pintu keluar. Cukup menyebutkan tujuansaya menginap, saya tinggal antri dan sebentar saja, taksi-taksi yang sudah mengantri di depan bandara akan mengantar saya.Pelajaran 1 : hal ini persis seperti Bandara di Kuala Lumpur, bersih, rapi, teratur dan hampir tidak saya lihat supir taksi yang berebutan menawarkan taksinya kepada saya seperti halnya di MedanSaya menginap di Cakra Homestay (nomor telefonnya saya dapat dari buku saku yang saya beli ). Ongkos taksi Angkasapura dari Bandara ke Cakra Homestay Rp 60.000,-.Belajar dari Supir TaksiPerjalanan Bandara ke Homestay lumayan panjang, walaupun sudah magrib, saya bisa melihat bahwa perjalanan ke homestay melewati areal persawahan. Cantik walau gelap. Saya seharusnya lewat kota, tapi supir taksinya bilang macet! Ada macet juga di Solo.OH, saya lupa bilang dari atas Solo is pefectly green. Sepanjang mata memandang Solo itu seperti permadani terhampar.Dengan atap rumah yang masih dari genteng lama (genteng batu) berbeda sekali dengan di kota besar pada umumnya yang sudah terdiri atas gedung-gedung.Magrib di taksi Solo, melalui areal persawahan, tanpa teman yang bisa saya hubungi kalau apa-apa terjadi pada saya. Berani? Saya terpaksa harus berani. Niat saya untuk bekerja, mudah-mudahan tidak ada yang buruk yang terjadi pada saya saat itu.Tetap waspada dan berdoa di dalam hati.Tidak lama,menuju arah perkotaan yang lebih ramai, supir taksi memulai percakapan di anatar kami. SAkit kepala saya yang mendera sejak menginjak Bandara Adi Soemarmo, coba saya tahan. Supir taksi ini ternyata sudah menikah 2 kali. Bercerai dari istri pertamanya dikarenakan sang istri pertama itu mulai tidak menghargai dirinya sebagai seorang suami.Sang supir bercerita, jika istri sudah berhasil sebaiknya tidak menyepelekan suaminya. Walaupun ia sudah sukses. Itu mengapa sebaiknya istri tidak lebih sukses dari suami. Eits, saya jadi tersindir. Soalnya hal ini diucapkan setelah dia tahu saya ke Solo untuk dinas. Hahaha....saya kan tidak sekecil itu ya?Belum lagi cerita dia soal cari yang "baru", kalau memang setelah berumah tangga kita belum punya keturunan.Oppsssiiii....lagi-lagi saya kena.Tapi saya kembali mencari pembenaran diri, dalam hati tentunya, berumah tangga-kan bukan hanya sebatas soal punya anak. Walau hanya bercanda terus terang saya banyak tersindir malam itu. Tapi tidak membuat sakit hati, :pKetakutan saya sedikit berkurang, namun ketakutan saya muncul kembali saat akan sampai di homestay. Jalanan sunyi padahal jalan besar dan masih jam 7 malam. Homestay-nya masuk gang lagi. Aduh, bakal batal kayaknya rencana hangout saya ke Galabo. But it is a nice palce to stay. Pake acara gak ada resepsionisnya lagi. Jauh dari bayangan saya.Namun pusing di kepala saya yang tidak berkurang bahkan bertambah parah, membuat saya mengurungkan niat untuk makan malam di luar. Saya menyebut nama Mas Dwi saat ditanya petugas homestay sudah booking atau belum. Dan segera saya diantarkan ke kamar saya. Tempat yang artistik, original Jawa jika dibandingkan dengan beberapa penghuni yang saya temui saat itu, bule.Sempat saya tanyakan kepada Mas Noto, petugas homestay yang lain, jangan-jangan saya satu-satunya penghuni lokal di homestay itu, and he said yes, i am. WOOOHHHHH!!! Dengan kamar yang sederhana bertarif Rp 175. 000,- semalam, saya rasa kamar itu lumayan, 1 bed ukuran 5 kaki, 1 lemari baju dan 1 tempat hias dan ac serta kamar mandi yang letaknya di luar kamar namun masih di room yang sama. Hmmm, maksudnya kamar saya itu tadinya kamar untuk family, jadi 2 kamar memiliki 1 kamar mandi.Well, intinya sih lumayanlah....namun saya benar-benar tidak ingin keluar kamar mengingat jalan yang sunyi serta jetlag yang semakin parah. Saya putuskan untuk menikmati malam di kamar. Saya bersyukur membeli banyak cemilan di Bandara Adi Soemarmo tadi.
Comments
Post a Comment