Malaka, Negeri Kecil dengan Budaya Besar!
What do we know about Malaka?
Salah satu program Yayasan Melaka yang bekerjasama dengan Tourism Malaysia untuk wilayah Sumatera Utara adalah menarik pengunjung Indonesia terutama Medan agar datang ke Malaka.
Saya merasa beruntung, ketika saya sedang hunting tiket ke Malaka, online travel saya dihubungi untuk ikut serta dalam Family Trip ke Malaka.
Ada apa di Malaka?
Malaka, Melaka ataupun Malacca adalah salah satu negeri di Kerajaan Malaysia yang lumayan famous di dunia travel dunia dikarenakan wisata yang mereka tawarkan. Bukan main-main, wisata yang Malaka tawarkan bukanlah wisata alam ataupun wisata belanja seperti halnya ibukota Malaysia, Kuala Lumpur. Namun lebih kepada wisata Heritage. Bukan hal yang asing lagi, secara Malaka telah dinobatkan oleh Unesco sebagai World's Heritage City bersama dengan George Town-Penang maupun Kawasan Ahmad Yani-Medan,Indonesia.
Yang menjadi kendala selama ini, adalah ketika kita ke Malaka biasanya kita harus berangkat dulu dari daerah asal kita ke KLIA untuk melanjutkan perjalanan kemudian ke Malaka dengan jalan darat ataupun pesawat kecil. Atau jika kita ingin ke Malaka dengan menggunakan jasa travel biasanya Malaka hanya menjadi sebahagian kecil dari rute perjalan lain. Namun sekarang, Malaka sudah membuka penerbangan internasional terutama dari Medan,Sumatera UTara langsung ke Malaka walaupun dalam seminggu hanya ada 2 kali penerbangan. Jika permintaan meningkat, bukan tidak mungkin, jalur ini akan dibuka dengan frekuensi lebih banyak. Klik Malaka Air atau Flight Air untuk tahu informasi ini atau hubungi kita.Dengan harga tiket yang bersaing dan perjalanan yang hanya memakan waktu kurang lebih 35-40 menit saja.
Bandara Malaka kecil, namun nyaman.Bersih, tidak saya lihat porter yang berebut menawarkan jasa untuk mengangkut bagasi kita. Dan disiplin, satu hal yang jarang saya temukan di Indonesia ataupun Medan.
Perjalanan ke Airport menuju Hotel Avilion, tidak lama, sekitar 30 menit. Namun kita singgah dulu di salah satu Rumah Makan Terapung yang menyajikan menu Tom Yam yang segar (recomendedMy favourite.. Malaka itu kecil, tapi adanya peraturan jalan "sehala" alias searah membuat semua tempat kelihatan jauh. Sekilas, saya melihat Malaka seperti halnya Batam. Masih banyak space kosong pada beberapa tempat. Namun jangan salah, ada juga beberapa tempat yang memang sengaja dikosongkan untuk digunakan sebagai tempat parkir publik. Amazing, bagaimana mereka mengelolanya. Jadi jalan yang kecil tidak menjadi semak karena adanya lahan khusus untuk itu. Malaka juga saya lihat, masih banyak membangun gedung-gedung. Ini membuktikan bahwa Malaka tetap memposisikan dirinya sebagai Negeri yang tidak ketinggalan zaman. Walaupun jargon yang mereka kedepankan "World Heritage City". Terus terang menurut saya,Malaka itu unik. Klasik tapi tetap modern. Mereka tidak malu dengan Ke-Klasik-an mereka tapi justru menjadikan itu sebagai nilai jual di mata dunia.
Mengapa saya bilang begitu?
Lihat foto-foto berikut.
Semuanya merupakan bangunan-bangunan lama peninggalan Portugis maupun Inggris, namun cara mereka merawat dan menjual luar biasa. Entah sejak kapan, Komplek Stadhtyus - merupakan tujuan utama jika berada di Malaka, di cat merah, namun hal itu berhasil membuat Malaka identik dengan itu.
Padahal selain bangunan-bangunan merah,banyak bangunan lain yang keren, penuh sejarah. Misalnya Gereja St. Paul yang terletak diatas bukit. Untuk mencapai itu, kita harus menaiki anak tangga yang jumlahnya lumayan plus mendaki bukit yang demi kenyamanan pengunjung , jalan di sekitar komplek ini sudah di aspal. Capek, pasti, nafas tersengal-sengal apalagi- terutama untuk orang-orang seperti saya yang jarang berolahraga. Tapi,worth it. Bangunan St. Paul keren..Buat foto-foto, banyak spot bagus di Gereja ini.
Walaupun bentuknya sudah tidak berupa bangunan utuh, tapi keunikannya masih terlihat jelas. Dari situ, kita kembali menuruni anak tangga yang jumlahnya ratusan, mungkin ribuan untuk dapat melihat A'Famosa, benteng peninggalan Portugis yang batunya diambil dari pulau yang letaknya tidak jauh dari Malaka, yaitu Pulau Upeh. Kata Guide kita, Pak Amin, batu yang diambil dari pulau ini merupakan batu yang paling kuat. Namun harus dijemur berulang kali agar mendapatkan kualitas yang maksimal. Ditengah perjalanan dari Bukit St. Paul menuju A'Famosa, ada kok yang jualan minuman jika anda letih, seperti saya.
Kalau bosan dengan bangunan peninggalan Portugis,silahkan mengunjungi Replika Istana Kesultanan Melaka. Ini bukan bangunan aslinya, dan bukan pula tempat asli ia berdiri. Menurut sejarah, bangunan aslinya telah dihancurkan oleh Sultan Melaka disebabkan pernah terjadinya pertempuran hebat antara 2 pahlawan kebanggaan Malaka, Hang Tuah dan Hang Jebat. Kayu-kayunya dibuang ke laut. Jika masuk kesini, kita seperti mengunjungi museum, jangan heran kalau menemukan ada beberapa patung yang mengenakan pakaian Jawa. Menurut sejarah mereka, orang Malaka banyak yang berasal dari Indonesia.Hmmmm...tidak heran ya jika sekarang kita banyak menemukan kesamaan budaya.Oh, sekedar tahu Hikayat Hang Tuah dan Hang Jebat di Malaysia, telah dijadikan buku pegangan bagi siswa sekolah di sana.
Komplek wisata di kawasan Malaka Tengah ini begitu rapi, bersih dan nyaman. Jika lelah berjalan kaki, silahkan naik beck atau trishaw. Harganya sudah ditentukan.
Sedikit lebih mahal menurut saya, tapi jangan heran, seperti tulisan-tulisan saya sebelumnya, trishaw di sini merupakan trishaw wisata. Dihiasi banyak bunga-bunga dengan audio yang lumayan suaranya. Pilihan lagunya? dari dangdut sampai lagu Wali...(teteup lagu Indonesia...hehehe). Lelah berjalan-jalan, mau belanja souvenir khas Malaka, ada..tepatnya di depan Museum Samudera yang merupakan replika Flo de la Mar. Sekalianlah masuk ke dalam, atau mungkin ingin mengabadikan foto ala Titanic juga bisa. Saperti saya yang ditantang seperti itu, walaui serem-serem juga harus ke anjungan kapal...Jadi saya cukup menikmati sejarah kelautan Malaka. Yang unik disini, kita harus melepas sepatu dan memasukkannya ke dalam plastik yang disediakan saat kita berada di pintu masuk, untuk selanjutnya dilepas ketika berada di dalam museum. Lagi-lagi ini masalah kedisiplinan. Sebenarnya ada disediakan rak sepatu tapi jika tidak yakin bawalah, walaupun saya ingatkan, pintu keluar-masuk Museum hanya 1. Jadi sebenarnya tidak ada masalah mau dibawa atau di letakkan di rak sepatu.
Malaka is full with history.
They keep it all in muzeum, mau sejarah kecantikan, pertanian, bahari, KeSultanan, Al-Qur'an..semuanya ada. Dan berada dalam kawasan komplek yang sama. Asal anda kuat berjalan, semuanya bisa anda dapatkan disini.
Puas jalan-jalan mengetahui sejarah di Malaka, isi perut di Rumah Makan Seruni. Kenapa? Untuk ukuran orang Sumatera yang terbiasa dengan makanan penuh rempah dan berlemak, Rumah Makan Seruni bisa memberikan ini. Ikan Asam Pedasnya, Ayam Gorengnya, Tumis Kangkung, Udang Sambalnya...lalu tutup dengan Bubur Chacha...yang segar, manisnya pas dan tepat dimakan hujan-hujan, menghangatkan.
Kalau ingin menikmati Malaka dari sisi lain, jangan lupa untuk naik boat-perjalanan menyusuri Sungai Malaka alias River Cruse. Menikmati Malaka dari sisi lain seperti halnya di Venezia, menyusuri sungai, menikmati malam di Malaka sambil melihat kampung asli Melayu atau Lukisan-lukisan busaya Malaka yang dibuat oleh mahasiswa seni Malaka yang merupakan program pemerintah. Menarik dan mengagumkan. Jika diperhatikan sekitar kita akan menemui banyak orang-orang, yang mungkin juga wisatawan, melakukan photo session. Dibantu dengan boat guide, Bapak Goonting, kita akan mendapatkan penjelasan lengkap tentang wilayah-wilayah yang dilalui. Kita akan melewati Jembatan Hang Tuah, yang diyakini jika kita lewat di bawahnya apapun keinginan kita akan dikabulkan.Lets make a wish.... atau melihat Eye of Malacca...bianglala versi Malaka.
badins